Saat
ini kita tengah berpacu dengan waktu menyambut pelaksanaan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahunn 2015. ASEAN telah bersepakat sektor-sektor
prioritas menuju momen tersebut. Belum Kuat nya pendapatan perkapita perekonomian
Indonesia mendorong pemerintah untuk membuat struktur ekonomi dengan
mempertimbangkan keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pada sekektor
penyerapan tenaga kerja yang besar dan UMKM
berpeluang untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang menggunakan
modal besar (capital intensive). Eksistensi UMKM memang tidak dapat diragukan
lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi,
terutama pasca krisis ekonomi. Disisi lain, bayak masalah yang dihadapi UMKM,
yaitu terbatasnya modal kerja, minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta
teknologi, dan Sumber Daya Manusia yang rendah (Sudaryanto dan Hanim, 2002).
Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang
kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini
terjadi karena UMKM menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: teknologi
yang digunakan masih sederhana, kurangnya permodalan, dan tidak ada pemisah modal
usaha dan kebutuhan pribadi.
Pemberdayaan
UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan, seperti meningkatkan inovasi
produk dan jasa, pengembangan SDM dan teknologi, serta pemasaran yang diperluas.
Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya
agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang kian membanjiri sentra
industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM adalah salah satu sektor
ekonomi yang mampu menyerap berbagai tenaga kerja dan terbesar di Indonesia
(Sudaryanto,2011).
Pada
tahun 2011 UMKM mampu berandil besar terhadap penerimaan negara dengan menyumbang
61,9 persen pemasukan produk domestik bruto (PDB) melalui pembayaran pajak,
yang diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro menyumbang 36,28 persen
PDB, sektor usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah 14,7 persen melalui
pembayaran pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang 38,1 persen
PDB melalui pembayaran pajak (BPS, 2011).
UMKM
di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai persoalan mengakibatkan kurangnya
daya saing terhadap produk impor. Persoalan utama, adanya pungutan yang tinggi,
birokrasi dan sebagainya yang sulit. Dengan demikian potensi UMKM yang besar
itu menjadi terhambat. Meskipun UMKM dikatakan mampu bertahan dari adanya
krisis global namun pada kenyataannya permasalahan-permasalahan yang dihadapi
sangat banyak dan lebih berat. Selain dipengaruhi secara tidak langsung, UMKM
harus pula menghadapi persoalan dalam negri yang tidak kunjung terselesaikan
seperti masalah upah buruh, korupsi, ketenaga kerjaan dan pungutan liar dan lain-lain.
Masalah
lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan UMKM adalah kurangnya akses
informasi, khususnya informasi pasar (Ishak, 2015). Itu salah satu kendala yang
dialami UMKM di Indonesia, karena jika UMKM keterbatasan akan informasi akan
berakibat pada ketidak tahuan pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Dengan
begitu UMKM akan terjadi stagnansi dan sulit untuk berkembang
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, berikut ini rumusan masalah.
1.
Bagaimana hubungan antara mea dan umkm ?
2.
Apa yang dimaksut dengan umkm (usaha mikro
kecil dan menengah)?
3.
Bagaimana kriteria usaha mikro kecil dan
menengah (umkm)?
4.
Apa yang dimaksud lembaga keuangan mikro?
5.
Apa yang dimaksud capacity building?
6.
Apa yang dimaksud pasar bebas asean dan
acfta (asean china free trade area)?
7.
Bagaimana cara meningkatkan daya saing
produk indonesia?
8.
Apa yang dimaksut agency theory?
9.
Apa peran pemerintah melalui beberapa
program pemberdayaan umkm?
Sesuai dengan rumusan
masalah di atas, berikut ini tujuan penulisan makalah.
1. Untuk
mengetahui hubungan antara mea dan umkm
2. Untuk
mengetahui umkm (usaha mikro kecil dan menengah)
3. Untuk
mengetahui kriteria usaha mikro kecil dan menengah (umkm)?
4. Untuk
mengetahui lembaga keuangan mikro
5. Untuk
mengetahui capacity building
6. Untuk
mengetahui pasar bebas asean dan acfta (asean china free trade area)
7. Untuk
mengetahui cara meningkatkan daya saing produk indonesia?
8. Untuk
mengetahui agency theory
9. Untuk
mengetahui peran pemerintah melalui beberapa program pemberdayaan umkm
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan MEA dan UMKM
Pasar bebas ASEAN yang akan efektif
diberlakukan pada tahun 2015 merupakan titik rawan perjuangan UMKM dan ekonomi
kerakyatan. Berbagai kemudahan perdagangan antar negara seperti pembebasan bea
impor dan kemudahan birokrasi akan mendorong meningkatnya impor komoditas ke
negara-negara ASEAN. Iklim perdagangan tidak hanya akan didominasi oleh
negara-negara ASEAN saja, akan tetapi juga perlu dipertimbangkan kehadiran
China dengan produk-produknya yang memiliki daya saing tinggi dilihat dari
harga dan kandungan teknologi. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang tepat
untuk meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia khususnya untuk
menghadapi pasar bebas ACFTA (Sudaryanto, Wijayanti 2013)
2.2 UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
Dalam
perekonomian Indonesia UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah
paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis
ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah
telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang
dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah.
Menurut
Rahmana (2008), beberapa lembaga atau instansi bahkan memberikan definisi
tersendiri pada Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian
Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat
Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni
1994. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya.
Menurut
Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM),
bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah
entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah
(UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki
kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak
termasuk tanah dan bangunan.
Badan
Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5
s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki
tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai
penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan
(pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa)
2.3 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)
a. Kriteria
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) menurut UU Nomor 20 Tahun 2008
digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.
b. Kriteria
Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan, selain berdasar Undang-undang
tersebut, dari sudut pandang perkembangannya Rahmana (2008) mengelompokkan UMKM
dalam beberapa kriteria, yaitu:
a. Livelihood
Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan
kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal.
Contohnya adalah pedagang kaki lima.
b. Micro
Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan.
c. Small
Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
d. Fast
Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
24 Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) baik formal, semi formal, maupun informal adalah lembaga
keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan
masyarakat berpenghasilan rendah (Krisnamurthi, 2002). Lembaga Keuangan Mikro
mempunyai karakter khusus yang seusai dengan konstituennya, seperti : 1)
Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan
pinjaman; 2) Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah; dan 3)
Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana (Chotim dan Handayani, 2001).
Secara
garis besar, (Prabowo dan Wardoyo, 2003) LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM
bank dan nonbank, antara lain sebagai berikut:
ü Bank
·
BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang
pembantu BRI
·
BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk
pada Undang-Undang Perbankan serta Peraturan Perbankan oleh BI.
Nonbank
·
Keluarga LKM nonbank yang besar (LDP di
Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan BK3D)
·
Keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan
simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil
·
Berbagai program keuangaan mikro, NGO, dan
ratusan ribu asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain.
Harapan
tersebut memang dirasa cukup ideal. Namun, hal itu harus realistis dengan
kenyataan bahwa LKM memiliki beban berat dengan dirinya sendiri maupun ketika
berhadapan dengan lingkungan eksternal. Secara internal, LKM masih berkutat
juga dengan masalah manajemen, pengembalian kredit, dan lain-lain. Secara
eksternal, harus berhadapan dengan berbagai kekuatan dan kepentingan agar dapat
tetap survive. Mengenai ukuran suatu LKM dalam pengertian jumlah dana yang
dikelola, jumlah staf, jumlah klien, dan lain-lain harus menjadi besar karena
biaya operasional suatu LKM relatif besar. Sementara nilai kredit dan simpanan
yang dilayani mikro masih kecil, karenanya untuk dapat survive LKM harus
memiliki jangkauan (outreach) yang besar dan ini berarti kelembagaan suatu LKM
juga harus besar (Ismawan, 2002).
25 Capacity Building
Prinsip yang perlu diterapkan adalah membangun keberdayaan
ekonomi rakyat melalui pengembangan kapasitas (capacity building), mencakup :
·
kelembagaan
·
pendanaan,
·
pelayanan.
Di
samping itu masalah internal yang harus dihadapi adalah masalah efisiensi,
keterbatasan SDM dan teknologi (Krisnamurthi, 2002).
26 Pasar Bebas Asean dan ACFTA (Asean
China Free Trade Area)
Produk
kerajinan keramik Kota Malang diharapkan mampu bersaing di pasar demestik
maupun internasional karena memiliki ciri khas, tetapi perdagangan bebas
melalui ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dapat mengubah struktur
pasar yang akan memengaruhi daya saing dan kinerja usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) keramik. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran struktur
pasar dan daya saing dalam meningkatkan kinerja UMKM kerajinan keramik di Kota
Malang. Data dikumpulkan dari 30 pengrajin keramik di Dinoyo sebagai pusat
produksi keramik di Kota Malang, dengan menggunakan kuesioner. (Hadiati, 2016)
27 Peningkatan Daya Saing Produk
Indonesia
Pengembangan UKM melalui pendekatan pemberdayaan
usaha, perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya di masing-masing daerah,
mengingat usaha kecil dan menengah pada umumnya tumbuh dari masyarakat secara
langsung. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan mensinergikannya dengan
industri
besar melalui pola kemitraan, juga akan memperkuat struktur ekonomi baik
nasional maupun daerah. Partisipasi pihak terkait atau stakeholders perlu terus
ditumbuhkembangkan lainnya agar UKM betul-betul mampu berkiprah lebih besar
lagi dalam perekonomian nasional. (Hafsah, 2004)
Faktor Internal
1.
Kurangnya
Permodalan
2.
Sumber Daya
Manusia (SDM) yang Terbatas
3.
Lemahnya Jaringan
Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Faktor Eksternal
Iklim Usaha Belum
Sepenuhnya Kondusif Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Implikasi Otonomi
Daerah
Implikasi
Perdagangan Bebas
Upaya
untuk Pengembangan UKM
1.
Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
2.
Bantuan Permodalan
3.
Perlindungan Usaha
4.
Pengembangan Kemitraan
5.
Pelatihan
6.
Membentuk Lembaga Khusus
7.
Memantapkan Asosiasi
8.
Mengembangkan Promosi
9.
Mengembangkan Kerjasama yang
28 Agency Theory
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak
kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan
tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan
aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa
keuntungan, return maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen.
Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu
menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan
pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan
khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari Agency Theory atau
teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan
kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott,
1997); (Loudon and Loudon, 2007).
29 Peran Pemerintah melalui Beberapa Program Pemberdayaan UMKM
Untuk mendorong iklim usaha yang lebih kondusif dan
membangun kesadaran perusahaan besar melalui program CSR dalam penguatan UMKM, beberapa
upaya yang harus dilakukan. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk
mendorong program CSR, Setiap kebijakan yang dikeluarkan dikawal dan
dilaksanakan dengan penuh komitmen dan konsisten mulai dari tingkat pusat
sampai daerah, Bagi perusahaan besar yang memberikan kontribusi dan prestasi
yang besar dan baik dalam penguatan UMKM seyogyanya diberikan penghargaan atau
reward sehingga mampu menumbuhkan semangat dan gairah bagi perusahaan besar
lainnya yang belum menunjukkan prestasi.
KESIMPULAN
rategi untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) di Indonesia sangat membutuhkan peranan perbankan dalam
penyaluran kredit. Saat ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah
Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM. Strategi
mengantisipasi mekanisme pasar yang makin terbuka dan kompetitif khususnya di
kawasan Asean adalah penguasaan pasar, yang merupakan prasyarat untuk
meningkatkan daya saing UMKM. Agar dapat menguasai pasar, maka UMKM perlu
mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, baik informasi mengenai pasar
produksi maupun pasar faktor produksi untuk memperluas jaringan pemasaran
produk yang dihasilkan oleh UMKM.
Pelaku
Bisnis UMKM harus dapat menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan pada
masyarakat untuk lebih memilih produk Indonesia, strategi yang tepat untuk
meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia khususnya untuk menghadapi
pasar bebas ACFTA dengan meningkatkan kualitas, inovasi produk serta SDM baik
tenaga kerja maupun pelaku bisnis. Dan selain itu adanya peningkatan teknologi
digital baik dari sisi pemasaran maupun informasi dengan melibatkan kerjasama
pemerintah dan lembaga lainnya.
BPS. 2011. Produk Domestik Bruto. (online), (https://www.bps.go.id/Subjek/ view/id/11,
diakses 9 oktober 2017
Chotim, E. E., & Handayani, A. D. (2001).
Lembaga Keuangan Mikro Dalam Sejarah.
Jurnal Analisis Sosial, 6(3), 11-29. (online), (https://scholar.
google.co.id /citations?user=-JsKd9wAAAAJ&hl=id&oi=sra), Diakses pada
tanggal 10 oktober 2017
Dipta, I, W. (2008) Strategi Penguatan Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) Melalui Kerjasama Kemitraan Pola Csr (http://jurnal.smecda.com/index. php/infokop/article/ view/190/188) diakses pada tanggal
9 oktober 2017
Income : Study
of Factor Influences on Computer Adoption in East Java Farm Agribusiness.
International Journal of Education and Development, JEDICT, Vol 7 No 1
halm. 56-67
Ishak, Effendi. 2015. Artikel : Peranan Informasi Bagi Kemajuan UKM.
Yogyakarta : Kedaulatan Rakyat. (online), (https://scholar.google.co.id
/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Peranan+Informasi+Bagi+Kemajuan+UKM&btnG=),
diakses pada tanggal 9 oktober 2017
Ismawan, Bambang. 2002. Ekonomi Rakyat : Sebuah Pengantar, Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat,
Jakarta : Financial Club.
Krisnamurthi, Bayu. 2002. RUU Keuangan Mikro : Rancangan Keberpihakan
Terhadap Ekonomi Rakyat, (online), (www.bmm-online.org, dikses 9 oktober
2017)
Loudon, Kenneth C dan Loudon, Jane P. 2007. Management Information System : Managing the
Digital Firm. Jakarta : Pearcon Education
Sudaryanto. 2011. The Need for ICT-Education for Manager or Agribusinessman to Increasing
Farm
Sudaryanto dan Hanim,Anifatul. 2002. Evaluasi kesiapan UKM Menyongsong Pasar
Bebas Asean (AFTA) : Analisis Perspektif dan Tinjauan Teoritis. Jurnal Ekonomi
Akuntansi dan Manajemen, Vol 1 No 2, Desember 2002
Prabowo, Hendro dan Wardoyo. 2003. Kinerja Lembaga Keuangan Mikro bagi Upaya
Penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Wilayah Jabotabek. Depok :
Universitas Gunadarma
Sudaryanto, R., & Wijayanti, R. R.
(2013). Strategi pemberdayaan UMKM
menghadapi pasar bebas Asean. Pusat Kebijakan Ekonomi Makro. Badan
Kebijakan Fiskal. Kementerian Keuangan, Jakarta. (online), (http://www.
perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERJURNAL/2014_kajian _pkem_Strategi%20Pemberdayaan%20UMKM.pdf)
diakses 9 oktober 2017
Hadiati.S. 2016. Peran Struktur Pasar Dan Daya Saing Dalam Meningkatkan Kinerja Umkm
Kerajinan Keramik. (online) diakses pada tanggal 10 Oktober 2017
Sudaryanto, R., & Wijayanti, R. R.
(2013). Strategi pemberdayaan UMKM menghadapi pasar bebas Asean. Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro. Badan Kebijakan Fiskal. Kementerian Keuangan, Jakarta.
(online), (http://www.
perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERJURNAL/2014_kajian_pkem_Strategi%20Pemberdayaan%20UMKM.pdf)
diakses 9 oktober 2017
Wangke, H. (2014). Peluang Indonesia dalam masyarakat ekonomi Asean 2015. Info Singkat
Hubungan Internasional Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Setjend
DPR RI, 6(10), 1-8.